Sebenarnya Al Qur'an sudah menjelaskan tentang persoalan ini, yaitu
dalam surat Ali Imran/3:55:
"(Ingatlah) tatkala Allah berfirman: Wahai Isa, sesungguhnya Aku
akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau kepadaKu, dan
membersihkan engkau dari pada orangorang kafir, dan akan menjadikan orangorang yang mengikuti engkau
lebih tinggi dari orang-orang kafir itu sampai hari kiamat. Maka kepada Akulah
tempat kembali, maka akan Aku putuskan nanti di antara kamu dari hal yang telah
kamu perselisihkan padanya itu."
Ada dua kelompok penafsiran yang berbeda terhadap ayat diatas, terutama
disebabkan dalam mengartikan dua kata yaitu "mutawaffika" dan
"rafi'uka ilayya". Kelompok Pertama, mengartikan kata "mutawaffika"
sebagai "menyempurnakanmu" atau "menggenggamu." Sedangkan kata
"rafiuka ilayya" diartikan sebagai mengangkatmu kepadaKu (mengangkat Isa
Al Masih ke langit).
Kelompok Kedua mengartikan kata "Mutawaffika" dengan
"mewafatkan" dan "rafi'uka ilayva" dengan mengangkat (derajat Isa
Al Masih).
Pendapat yang terakhir ini diantaranya dikemukakan oleh beberapa ulama
sebagai berikut:
Prof. Dr. KH.
Hasbullah Bakry, SH. dalam bukunya "Isa dalam Al Qur'an Muhamrrrad dalam
Bibel," (Jakarta, 1987) cet. Ke-8, hal. 19, 52 dan 53
menjelaskan:
"Tuhan mematikan
(Isa) sebagai kematian biasa (bukan dibunuh) dan Tuhan mengangkat derajat
orang-orang yang mengikutinya lebih tinggi dari orang-orang yang
menentangnya."
"Tradisi Kristen
menurut Injil serta pendapat sebagian umat Islam menyatakan bahwa Nabi Isa
setelah
Khotbah perpisahannya di bukit Zaitun lalu berangkat terbang ke langit
lalu duduk disamping Tuhan dan nanti akan turun lagi meng-islamkan umat Nasrani
adalah sangat bertentangan dengan tradisi agama-agama Tuhan sendiri sejak Nabi
Adam. Umat Islam menerima tradisi itu dari tradisi umat Kristen atau pendapat
itu dibawa oleh orang-orang Nasrani yang amat banyak masuk Islam setelah Mesir
dan Syria dibebaskan umat Islam dari jajahan Romawi.
Prof. Dr.
HAMKA,
dalam tafsir Al Azhar (Jakarta, 1988) Juz ItI, hal. 181,
menjelaskan:
"Arti yang tepat
dari ayat ini ialah bahwa maksud orang-orang kafir itu hendak menjadikan Isa Al
Masih mati dihukum bunuh, sebagai yang dikenal yaitu dipalangkan dengan kayu,
tidaklah akan berhasil. Tetapi Nabi Isa Al Masih akan wafat dengan sewajarnya
dan sesudah beliau wafat, beliau akan diangkat Tuhan ke tempat yang mulia di
sisiNya dan bersihkan diri beliau dari pada gangguan orang yang kafir-kafir itu."
"Maka dari itu
arti pemahaman Dia (Isa) akan diangkat ke sisi Tuhan, ialah sebagai Nabi Idris
yang diangkat derajatnya ke tempat yang tinggi, sebagaimana tersebut di dalam
surat Maryam (surat 19 ayat 57). Begitu juga orang yang mati syahid di dalam
surat Ali Imran ayat 169, dikatakan bahwa dia tetap hidup."
Al Alusi,
dalam
Tafsirnya yang terkenal Ruhul Ma'ani (Darul Kutub Al Ilmiyah, Beirut,
1994), jilid III, ha1.179 memberikan pendapat tentang Mutawaffika, yang artinya
telah mematikan engkau, yaitu menyempurnakan ajal engkau (mustaufi ajalaka) dan
mematikan engkau menurut jalan biasa, tidak sampai dapat dikuasai oleh musuh
yang hendak membunuh engkau.
Beliau menjelaskan lagi bahwa arti warafi'uka ilayya (dan mengangkat
engkau kepadaKu), telah mengangkat derajat beliau, memuliakan beliau,
mendudukkan beliau ditempat yang tinggi, yaitu ruh beliau sesudah mati. Bukan mengangkat badannya. Lalu Al Alusi mengemukakan beberapa
kata rafa'a yang berarti "mengangkat" dari beberapa ayat Al Qur'an yang tiada
lain artinya adalah mengangkat kemuliaan ruhani sesudah
meninggal.
Syaikh
Muhammad Abduh, dalam Tafsir Al Manar jilid II, hal 316,
menjelaskan:
"Ulama dalam
menafsirkan ayat ini menempuh dua jalan. Yang pertama bahwa dia diangkat Allah
dengan tubuhnya dalam keadaan hidup. Dan nanti dia akan turun kembali di akhir
zaman dan menghukum diantara manusia dengan syariat kita. Penafsiran yang kedua
ialah memahamkan ayat menurut asli yang tertulis, mengambil arti tawaffa dengan
maknanya yang nyata, yaitu mati seperti biasa, dan rafa'a (angkat), ialah ruhnya
diangkat sesudah beliau mati..."
Kata beliau pula:
"Golongan ini,
terhadap golongan pertama yang menyatakan Nabi Isa telah naik ke langit dan akan
turun kembali, mereka mengeluarkan kesimpulan hadits-hadits itu ialah
hadits-hadits ahad yang bersangkut paut dengan kepercayaan yang tidaklah dapat
diambil kalau tidak qoth'i (tegas). Padahal perkara ini tidak ada sama sekali
hadits yang mutawatir."
Sayid
Rasyid Ridha dalam Majalah Al Manar, juz 10 hal 28, seperti dikutip Hamka dalam Tafsir
Al Azhar (Pustaka Panjimas, 1988) Juz III, hal. 183, pernah menjawab pertanyaan
dari Tunisia.
"Bagaimana keadaan
Nabi Isa sekarang? Dimana tubuh dan nyawanya? Bagaimana pendapat tuan tentang
ayat inni mutawaffika wa rafi'uka? Kalau memang dia sekarang masih hidup,
sebagaimana di dunia, dari mana dia mendapat makanan yang amat diperlukan bagi
tubuh jasmani itu? Sebagaimana yang telah menjadi sunnatullah atas
makhluknya?"
Atas pertanyaan
itu, Sayid Rasyid Ridha menguraikan jawabannya:
"Tidak ada nash
yang sharih (tegas) di dalam Al-Qur'an bahwa Nabi Isa telah diangkat dengan
tubuh dan nyawa ke langit dan hidup disana seperti di dunia ini, sehingga perlu
menurut sunnatullah tentang makan dan minum, sehingga menimhulkan pertanyaan
tentang makanan beliau sehari-hari. Dan tidak pula ada nash yang sharih
menyatakan beliau akan turun dari langit. Itu hanyalah aqidah dari kebanyakan
orang Nasrani, sedang mereka itu telah berusaha sejak lahirnya Islam menyebarkan
kepercayaan ini di dalam kalangan muslimin.
Beliau
menegaskan:
"Ini adalah
masalah khilafiyah."
Ahmad
Mustofa Al Maraghi, dalam Tafsir Al Maroghi (Syarikah Maktabah Wa
Mathba'ah Mustafa Albabi Alhalabi, 1946), jilid I, juz ke-3 ha1.165
menjelaskan:
"Tidak ada dalam
Al-Qur'an suatu nash yang sharih dan putus tentang Isa a.s diangkat ke langit
dengan tubuh dan nyawanya. Adapun sabda Tuhan mengatakan bahwa: Aku akan
mewafatkan engkau dan mengangkat engkau daripada orang-orang kafir itu, jelaslah
bahwa Allah mewafatkannya dan mengangkatnya, zahiriah (nyata) dengan diangkatnya
sesudah wafat itu, yaitu diangkat derajatnya di sisi Allah. Sebagaimana Idris
a.s dikatakan Tuhan: "Dan kami angkatkan dia ke tempat yang
tinggi."
"Hadits-hadits
yang menyatakan bahwa Nabi Isa masih hidup (jasmani dan ruhani) dan akan turun
dari langit, tidaklah sampai kepada derajat haditshadits yang mutawatir. Oleh
karena itu maka tidaklah wajib seorang mulim beri'tikad bahwa Isa Al Masih
sekarang hidup dengan tubuh dan nyawanya, dan orang yang menjalani aqidah ini
tidaklah kafir dari syariat Islam."
Syaikh
Mahmoud Shaltout, Syaikh Jami' Al Azhar (meninggal tahun 1963)
seperti yang disiarkan mingguan Ar Risalah, yang terbit di Mesir, No 452
jilid 10 hal 515, seperti dikutip Hamka (Tafsir Al Azhar, 1988) cet. Ke-3
hal 317, memberikan pendapat tentang hadits-hadits yang menyatakan bahwa Nabi
Isa akan turun:
"Riwayat-riwayat
itu adalah kacau balau, berlain-lain saja lafadnya dan maknanya yang tidak dapat
dipertemukan. Kekacau balauan ini dijelaskan benar-benar oleh ulama hadits. Dan
diatas dari itu semua, yang membawa riwayat ini ialah Wahab bin Munabbih dan
Kaab Al Ahkbar, keduanya itu ialah ahlul kitab yang kemudian memeluk
Islam."
"Adapula hadits
yang dirawikan Abu Hurairah tentang Nabi Isa akan turun, apabila hadits itu
shahih, namun dia adala.h hadits ahad. Dan ulama telah ijma' bahwa hadits ahad
tidak berfaedah untuk dijadikan dasar aqidah dan tidak sah dipegang dalam urusan
yang ghaib."
Syaikh
Abdul Karim Amrullah, Ulama besar Indonesia dalam bukunya Al Qoulus Shahih,
1924.
"Nabi Isa
meninggal dunia menurut ajalnya dan diangkat derajat beliau di sisi Allah, jadi
bukan tubuhnya diangkat ke langit."
Dr.
Quraish Shihab, dalam harian Republika, hal 10 tanggal 18 Nopember
1994:
"Bahwa Isa a.s
kini masih hidup di langit, bukanlah satu kewajiban untuk mempercayainya, serta
beberapa hadits yang berkaitan dengan kenaikan Isa Al Masih dan akan turunnya
kelak menjelang kiamat. Hadits-hadits tersebut walaupun banyak kesemuanya
bermuara pada dua orang saja, yang keduanya bekas penganut agama Kristen, yaitu
Ka'ab Al Akhbar dan Wahab bin Munabbih. Tidak sedikit ulama yang menilai bahwa
informasi mereka pada hakekatnya bersandar dari sisa kepercayaan kedua perowi
haditshadits itu."
Dari beberapa pendapat ulama diatas, dapat disimpulkan bahwa:
-
Isa Al Masih telah diwafatkan oleh Allah. Seperti manusia lain, beliau pun, akan terkena sunnatullah kematian "Setiap nafs (yang berjiwa), akan menghadapi kematian" (Ali Imran/3:185).
-
Bahwa Isa Al Masih akan diangkat Allah bukan dalam arti diangkat secara fisik, melainkan derajatnya. Penggunaan kata rafa'a seperti ini bisa juga kita temui dalam surat Al Mujadilah/58:11 "....Allah akan mengangkat orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat..." Makna pengangkatan yang sama juga diberikan kepada Nabi Idris (Maryam/19:57).
-
Bahwa hadits-hadits Nabi saw yang melukiskan akan tibanya suatu periode dimana Isa akan mengoreksi keislaman bani Israil yang menyeleweng dari syariat Nabi Musa, atau menyebut Isa Al Masih berada di langit atau masih hidup hingga kini, tidak bisa dijadikan pedoman yang kokoh. Kesimpulan tersebut diambil dari beberapa fakta dibawah ini: Pertama, Hadits-hadits tersebut termasuk hadits ahad, sehingga tidak bisa dijadikan pedoman dalam soal aqidah. Kedua, walaupun menurut Bukhari sanadnya shahih tetapi karena matannya mungkin bersinggung balik dengan Al-Qur'an yang dengan tegas mengatakan bahwa Isa Al Masih telah wafat maka untuk menghindari kesalahpahaman seperti yang terjadi ada jama'ah Ahmadiyah Qodian, hadits tersebut lebih baik ditinggalkan saja. Ketiga, hadits-hadits tersebut, bermuara pada dua orang saja, yang keduanya bekas penganut agama Kristen, yaitu Ka'ab Al Akhbar dan Wahab bin Munabbih (yang masih punya keterkaitan pada kepercayaan lamanya).
Dari logika saja, bagaimana Isa Al Masih hidup dilangit itu? Apakah
Tuhan ada di langit? Langit itu walau bagaimanapun juga luasnya berarti dalam
lingkungan ruang dan waktu, sedang Tuhan tidak dibatasi ruang dan waktu, laitsa kamitslihi syaiun.
Bagaimana Isa Al Masih dengan tubuh jasmaninya hidup di langit yang
udaranya diluar kesanggupan paru-paru insani? Atau apakah Isa Al Masih di sana
dalam keadaan alam ruhani saja? Kalau demikian maka kondisi tersebut sama dengan
manusia lainnya yang telah mati, mereka hidup dalam alam ruhani di luar ukuran
dunia fana ini. Sehingga tidak perlu dipersoalkan lagi.
Boleh jadi juga orang-orang Kristen dan sebagian orang-orang Islam yang
menyandarkan bahwa Isa Al Masih duduk di kanan Allah itu karena ayat Al-Qur'an
berbunyi: "... dan adalah Isa salah seorang yang dekat pada Allah (minal
maqarrabin) ."
Dekat disini bukan berarti dekat dalam ukuran ruang dan waktu tatapi
dekat dalam arti ruhani, maksudnya beliau sangat mulia di sisi Allah karena iman
dan taqwanya pada Allah. Dan kita jangan keliru bahwa ayat ini menunjukkan bahwa
Isa Al Masih hanyalah salah seorang saja dari antara orang-orang yang dekat pada
Allah. Jadi kaum "muqarrabin" itu jumlahnya banyak sekali, dan yang sudah
tergolong "muqarrabin" itu ialah para nabi dan para wali, orang-orang
yang saleh dan taqwa pada Allah. Jadi tidak seharusnya hanya Isa Al Masih saja
yang dianggap dekat pada Allah.
Sedangkan pendapat sehagian ulama bahwa Isa Al Masih masih hidup di
surga justru dipakai oleh kalangan Kristen untuk menyatakan bahwa orang Islam
pun mengakui kalau Yesus hidup di surga dengan Tuhan. Maka siapa yang bisa
berdampingan dengan Tuhan kalau bukan Tuhan?
Jika pemahaman itu merasuk pada umat Islam, maka dua doktrin umat
Kristen Kebangkitan, Kenaikan dan Ketuhanan Yesus dengan mudah juga diterima
umat Islam
Penulis : Hj. Irene Handono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar